Jaminan
Hipotek
1.
Pengertian
Hipotek
Hipotik
ini dalam KUH Perdata diatur dalam buku II KUH Perdata. Dalam KUH Perdata pasal
1162 Hipotik adalah suatu hak kebendaan atas benda tak bergerak, untuk
mengambil penggantian daripadanya bagi pelunasan suatu perutangan (verbintenis).
Menurut
Vollmar Hipotek diartikan sebuah hak kebendaan atas benda-benda bergerak tidak
bermaksud untuk memberikan orang yang berhak (pemegang Hipotek) sesuatu nikmat
dari suatu benda, tetapi ia bermaksud memberikan jaminan belaka bagi pelunasan
sebuah hutang dengan di lebih dahulukan.[1]
2.
Obyek
Hipotik
Menurut pasal 164 KUH
Perdata yang dapat dibebabni hipotik ialah,
1.
Benda-benda tak bergerak
2.
Hak memungut hasil atas benda tersebut
3.
Hak postal (sekarang hak guna bangunan)
dan hak erfpacht (sekarang hak guna usaha)
4.
Bunga tanah
5.
Bunga sepersepuluh
6.
Pasar-pasar yang diakui oleh pemerintah
beserta hak istimewa yang melekat padanya.
Di luar pasal 1164 KUH
Perdata yang dapat dibebani Hipotik juga ialah
1.
Bagian yang tak dapat dibagi-bagi dalam
benda tak bergerak yang merupakan hak milik bersama (hak milik bersama yang
bebas)
2.
Kapal juga dapat dibebani hipotik
(diatur dalam KUHD)[2]
3.
Ada
dua Jenis Barang yang dapat di Jadikan Objek Hipotek
A. Hipotek kapal laut
Ada
2 kata yang tercantum dalam istilah hipotek yaitu kata hipotek dan kapal laut.
Masing-masing mempunyai konsepsi yang berbeda satu sama lain.
Pengertian
Kapal Terhadap dalam Pasal 49 UU No. 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran Kapal
"Kendaraan Air
dengan bentuk dan jenis apapun yang digerakkan dengan tenaga mekanik, tenaga
angin Atau di tunda, termasuk kenderaan yang berdaya dukung Dinamis, Kenderaan
dibawah Permukaan Laut serta alat apung dan bangunan yang terapung yang tidak
berpindah-pindah"
Inti
Defini diatas adalah, Bahwa Kapal Merupakan Kenderaan Air dengan Bentuk dan
Jenis Apapun.
Hipotek
Kapal Laut adalah "Hak kebendaan atas kapal yang dibukukan atau
didaftarkan (Biasanya dengan isi kotoran diatas 20 M3) diberikan dengan akta
autentik, guna menjamin tagihan hutang"
Unsur-Unsur Kapal Laut
1. Adanya Hak Kebendaan
2. Objeknya adalah
Kapal yang beratnya diatas 20 M3
3. Kapal Tersebut Harus
yang dibukukan
4. Diberikan dengan
akta autentik
5. Menjamin Tagihan
Hutang
Dasar Hujum Hipotek
Kapal Laut
Pasal 1162 s/d 1232
KUHP Perdata
a. Ketentuan-Ketentuan
umum (PS 1162 s/d 1178 KUHP Perdata)
b. Pendaftaran Hipotek
dan bentuk pendaftaran Pasal 1179 s/d Pasal 1194 KUHP Per.
c. Pencoretan
Pendaftaran Ps. 1105 s/d 1197 KUHP Perdata.
d. Akibat Hipotek
terhadap pihak ke -3 yang menguasai barang yang dibebani Pasal 1198 s/d 1208
KUHP Perdata.
e. Hapusnya Hipotek
pasal 1209 s/d 1220 KUHP Perdata.
Pegawai-Pegawai
yang ditugaskan menyimpan hipotek, tanggung jawab mereka dan hal diketahuinya
daftar-daftar oleh masyarakat (Pasal 1221 s/d pasal 1232 KUHP Perdata.
Objek Hipotek Kapal
Laut Pasal 1164 KUHP Perdata
Kapal
Laut yang ukurannya 20 M3, sedangkan di bawah 20 M3 berlaku ketentuan fidusia
Subjek Hipotek Kapal
Laut
1. Pemberi Hipotek
(Hipotheekgever)
2. Penerima Hipotek (Hipotheekbank,
Hipotheehouder, atau Hipotheeknemer) yaitu orang yang meminjam uang.
Prosedur dan
syarat-syarat pembebanan Hipotek
1. Kapal yang sudah di
daftar
2. Dilakukan dengan
membuat akta hipotek di tempat dimana kapal semula di daftar.
Hal-hal yang harus
dipertimbangkan dalam pelaksanaan Hipotek Kapal Laut.
1. Kapal yang dibebani
Hipotek harus jelas tercantum dalam akta hipotek
2. Perjanjian antara
kreditur dengan Debitur ditunjukkan dengan perjanjian kredit (yang merupakan
syarat pembuatan akta hipotek)
3. Nilai Kredit, yang
merupakan nilai keseluruhan yang diterima berdasarkan barang yang dijaminkan
(misal kapal)
4. Nilai Hipotek di
khususkan pada nilai kapal (pada Bank dilakukan oleh Appresor)
5. Pemasangan Hipotek
sesuai dengan nilai kapal dan dapat dilakukan dengan mata uang apa saja sesuai
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Prosedur dan
Syarat-syarat dalam Pembebanan Hipotek
Pemohonan
adalah mengajukan Permohonan kepada pejabat pendaftaran dan pejabat balik nama
dengan mencantumkan nilai hipotek yang akan dipasang.
Akta Surat Kuasa
Memasang Hipotek
Surat
kuasa yang dibuat dimuka dan atau dihadapan Notaris, surat kuasa ini dibuat
antara pemilik Kapal dengan orang yang ditunjuk untuk itu.
Isi Surat Kuasa
Pemilik
Kapal memberikan kuasa kepada orang yang ditunjuk untuk mengurus
kepentingannya.Kepentingan pemilik kapal adalah rangka pembebanan hipotek kapal
laut.
Grose Akta Pendaftaran
atau Balik Nama
Pejabat yang berwenang
untuk mengeluarkan akta pendaftaran dan pencatatan balik nama yaitu syahbandar.
Tujuan Kapal di Daftar
adalah
1. Untuk memperoleh
surat tanda kebangsaan kapal (STKK). Dengan adanya STKK maka kapal dapat
berlayar dengan mengibarkan bendera kebangsaanya, dengan demikian kedaulatan
negara bendera berlaku secara penuh di atas kapal tersebut dan orang yg berada
di atas kapal harus tunduk kepada peraturan-peraturan dari negara bendera
2. Status Hukum
Pemilikan Kapal menjadi jelas
3. Dapat
dipasang/dibebani hipotek
Syarat Kapal yang di
daftar di Indonesia
1. Kapal dengan ukuran
isi kotor sekurang-kurangnya 20 M3 atau dinilai sama dengan itu.
2. Dimiliki Oleh warga
negara indonesia atau badan hukum indonesia dan berkedudukan di indonesia
(pasal 46 ayat (2) UU No 21 Tahun 1992 tentang pelayaran.
Dokumen-dokumen yang
harus dilengkapi untuk pendaftaran kapal laut.
1. Mengajukan surat
permohonan kepada pejabat pendaftar
2. Bukti Kepemilikan
Kapal
3. Identitas pemilik
4. Surat Ukur
(Sementara atau Tetap)
5. Delection
Certificate khusus untuk kapal laut yang pernah di daftarkan di luar negeri.[3]
B. Hipotek atas Pesawat
Terkait
dengan pengaturan pesawat udara sebagai agunan (jaminan) utang, pertama kali
aturan yang diperkenalkan adalah melalui Keputusan Menteri Perhubungan
No.13/S/1971 (“Kep Menhub No.13/S/1971”).
Selanjutnya,
untuk menjelaskan jaminan pesawat udara, diterbitkan Surat Edaran Menhub
No.01/ED/1971 (“SE”) yang memberikan penjelasan pasal 11 Kep Menhub
No.13/S/1971. SE tersebut diantaranya menjelaskan bahwa mortgage atas pesawat
udara tidak mutlak diberikan dan diadakan di Indonesia, melainkan dapat pula
dilakukan di luar negeri, asalkan prosedurnya sesuai dengan hukum yang berlaku
di Negara tersebut dan terdapat suatu ketentuan yang menentukan hukum Negara
mana yang akan berlaku. Sebelum mortgage atas pesawat udara dapat dicatatkan
pada Departemen Perhubungan. Ditjen Perhubungan Udara, mortgage yang diadakan
di luar negeri tersebut harus ditetapkan kembali (di-verifikasi) oleh notaris
di Indonesia.
Kep
Menhub No.13/S/1971 tak berlaku lagi sejak terbitnya Kep Menhub No.KM 65/2000
yang kemudian dicabut dengan Kep Menhub No.KM 82/2004 tentang Prosedur
Pengadaan Pesawat Terbang dan Helikopter.
Pasal
7 Kep Menhub No.KM 82/2004 mengatur bahwa dalam hal pesawat terbang dan
helikopter dibebani hak kebendaan (hipotik atau mortgage), pihak yang akan
mengalihkannya wajib mencatatkan pada Ditjen Perhubungan Udara dengan
menyampaikan bukti pengikatan hak kebendaan tersebut.
Sesungguhnya
amanat diaturnya hukum tentang agunan atas pesawat udara sudah ada sejak
diundangkannya UU No.15 tahun 1992 tentang Penerbangan (“UU Penerbangan”)
tanggal 25 Mei 1992. Pasal 12 UU Penerbangan mengatur:
(1) Pesawat terbang dan
helikopter yang telah mempunyai tanda pendaftaran dan kebangsaan Indonesia
dapat dibebani hipotek;
(2) Pembebanan hipotek
pada pesawat terbang dan helikopter sebagaimana dimaksud ayat (1) harus
didaftarkan;
(3) ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan
Pemerintah.
Adapun
penjelasan dari Pasal 12 UU Penerbangan tersebut diatas adalah sebagai berikut:
Ayat (1) Terhadap
hipotek pesawat terbang dan helikopter sebagaimana dimaksud dalam ketentuan ini
berlaku ketentuan-ketentuan hipotek dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
Indonesia.
Ketentuan
dalam pasal ini tidak menutup pembebanan pesawat terbang dan helikopter dengan
hak jaminan lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Ayat
(2) & Ayat (3).
Hingga
saat ini Peraturan Pemerintah sebagai ketentuan pengatur lebih lanjut dari
Pasal 12 UU Penerbangan tersebut diatas belum pernah dikeluarkan sehingga
ketentuan mengenai agunan pesawat udara tersebut diatas tidak dapat
dilaksanakan.
Selain
dari itu perlu diperhatikan bahwa ada beberapa kendala sehingga pembebanan atas
pesawat terbang dan helikopter sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 12 UU
Penerbangan tersebut diatas sulit untuk bisa dilaksanakan, yaitu:
1.
Berdasarkan ketentuan dalam Kitab
Undang-undang Hukum Perdata Indonesia ketentuan-ketentuan hipotek berlaku untuk
tanah dan bangunan yang didirikan diatasnya (dahulu – sedangkan sekarang atas
tanah dan bangunan yang didirikan diatasnya dibebankan dengan Hak Tanggungan).
Selanjutnya berdasarkan pasal 314 Kitab Undang-undang Hukum Dagang Indonesia
hipotek berlaku untuk kapal laut berukuran paling sedikit dua puluh meter kubik
(20 m3). Baik Kitab Undang-undang Hukum Perdata Indonesia dan Kitab
Undang-undang Hukum Dagang Indonesia tidak menyebutkan mengenai pesawat terbang
dan helikopter.
2.
Pendaftaran atau Registrasi khusus untuk
pembebanan pesawat terbang dan helikopter baik dalam bentuk hipotek atau hak
agunan lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku belum
tersedia.
3.
Meskipun penjelasan dari Ayat 1 Pasal 12
UU Penerbangan tersebut menyebutkan bahwa tidak tertutup kemungkinan
dilakukannya pembebanan pesawat terbang dan helikopter dengan hak jaminan lain
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku (misalnya dengan
jaminan fidusia), didalam prakteknya terjadi perbedaan interpretasi mengenai
hal tersebut yang menghambat pelaksanaan pembebanan pesawat terbang dan
helikopter sebagai agunan utang terutama untuk pembiayaan dalam negeri dengan
kreditur bank-bank di Indonesia.
Dengan
kondisi-kondisi diatas, sangat jelas bahwa untuk kepastian hukum dapat
dilakukannya pembebanan pesawat terbang dan helikopter sebagai agunan utang di
Indonesia, diperlukan perangkat hukum yang mengatur suatu lembaga pembebanan
khusus untuk pesawat terbang dan helikopter sebagai agunan utang.
Berdasarkan
asas dan prinsip hukum perdata di Indonesia khususnya dan yang dianut oleh
mayoritas negara-negara di dunia, pesawat terbang digolongkan sebagai benda
tidak bergerak. Prinsip hukum ini berpengaruh pada penetapan aturan hukum
keperdataan yang berlaku bagi pesawat terbang sebagai objek jaminan, yaitu
antara lain dapat mempunyai hubungan dengan lembaga jaminan berupa Hipotik
(Hypotheek). Dibeberapa negara maju, lembaga jaminan pesawat terbang telah
dilaksanakan melalui ketentuan Mortgage.
Ketentuan
mengenai lembaga jaminan pesawat terbang diatur dalam Pasal 9, 10, dan 12 UU
No.15 Tahun 1992 tentang Penerbangan mengenai pendaftaran dan kebangsaan
pesawat terbang serta lembaga jaminan pesawat terbang
Dalam
Pasal 9 UU Penerbangan diatur bahwa pesawat terbang yang akan dioperasikan di
Indonesia wajib mempunyai tanda pendaftaran Indonesia. Dalam hal ini, tidak
semua pesawat terbang dapat mempunyai tanda pendaftaran Indonesia, kecuali
pesawat terbang Sipil yang tidak didaftarkan di negara lain dan memenuhi salah
satu ketentuan dan syarat dibawah ini :
·
Dimiliki oleh Warga Negara Indonesia
atau dimiliki oleh Badan Hukum Indonesia;
·
Dimiliki oleh Warga Negara Asing atau
Badan Hukum Asing dan dioperasikan oleh Warga Negara Indonesia atau Badan Hukum
Indonesia untuk jangka waktu pemakaian minimal 2 (dua) tahun secara terus menerus
berdasarkan suatu perjanjian sewa beli, sewa guna usaha, atau bentuk perjanjian
lainnya;
·
Dimiliki oleh instansi pemerintah;
·
Dimiliki oleh lembaga tertentu yang
diizinkan pemerintah. [4]
4. Asas-asas Hipotik
1.
Asas Publiciteit
Asas
yang mengaharuskan bahwa hipotik harus didaftarkan, supaya dapat diketahui oleh
umum. Yang didaftarkan ialah akte dari hipotik itu.
2.
Asas Specialiteit
Asas
yang menghendaki bahwa hipotik hanya dapat diadakan atas benda-benda yang
ditunjukan secara khusus. Misalnya benda yang dipakai sebagai tanggungan itu
berwujud apa, dimana letaknya, berapa luasnya dan lain-lai[5]
5. Sifat-sifat Hipotik
·
Hipotik sama halnya pada gadai yang
merupakan perjanjian yang accessoir, di samping adanya perjanjain pokok yang
berwujud perjanjian pinjam-meminjam uang pasal 1162 KUH Perdata. Karena
merupakan perjanjian yang accessoir maka adanya tergantung pada perjanjian
pokok dan akan dihapus dengan hapusnya perjanjian pokok.
·
Lebih didahulukan pemenuhannya dari
piutang yang lain (Droit De Prefernce) pasal 1133, 1134 ayat 2 KUH Perdata.
·
Mempunyai sifat Zaaksgevolg yaitu hak
hipotik itu senantiasa mengikuti bendanya dalam tangan siapa benda itu berada
pasal 1163 ayat 2 KUH Perdata
·
Hak hipotik hanya berisi hak untuk
pelunasan utang saja (verhaalsrecht) dan tidak mengandung hak untuk menguasai
atau memiliki bendanya. Namun, diberi hak untuk memperjanjikan menjual atas
kekuasaan sendiri bendanya manakala debitur wanprestasi pasal 1178 ayat 1, ayat
2 KUH Perdata.[6]
6. Cara Mengadakan Hipotik
Cara
untuk mengadakan hipotik harus memenuhi syarat-syarat tertentu. Hipotik itu
hanya dapat diadakan dengan akte authentic, dalam hal ini yang dimaksudkan
ialah akte notaries (pasal 1171 KUH Perdata). Juga penjualan, pemindahan dan
pemberian suatu hipotik hanya dapat dilakukan dengan akte authentic (pasal 1172
KUH Perdata)
Setelah
berlakunya berlakunya UUPA pembebanan hipotik itu harus dibuat dengan akte yang
dibuat oleh dan di hadapan pejabat yang ditunjuk oleh Mentri Agraria.
Sedangkan, pejabat yang dimaksud itu disebut Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT).
Yang dapat diangkat menjadi PPAT adalah;
a. Notaris
b. Pegawai dalam lingkungan Departemen
Agraria
c. Pamong Praja yang pernah melaksanakan
tugas seorang pejabat
d. Orang yang telah lulus ujian yang
diadakan oleh Mentri Agraria
Persoalannya
sekarang adalah yang harus dibuat dengan akte authentic oleh PPAT itu mengenai
pembebanan hipotiknya ataukah perjanjian peminjaman uangnya antara creditur dan
debitur. Hal ini mengingat bunyi pasal 19 PP 10 Tahun 1961 setiap perjanjian
yang bermaksud memindahkan hak dan seterusnya meminjam uang dengan hak tanah
sebagai tanggungan harus dibuktikan dengan akte yang dibuat oleh dan dihadapan
pejabat yang ditunjuk oleh Mentri Agraria.
Mengenai
hal ini telah ada surat mentri Agraria tanggal 10 Oktober 1961 No. Ka 40/48/30
yang member penyelesaian menyutujui adanya tafsiran bahwa dua perbuatan hokum
itu boleh dipisahkan, yaitu perjanjian pembebanan hipotiknya harus dilakukan
dengan akte authentic yaitu oleh PPAT, sedangkan untuk perjanjian peminjaman
uangnya boleh dilakukan dengan akte dibawah tangan. Hal ini sesuai dengan sifat
perjanjian hipotik sendriri yang bersifat accessoir di samping perjanjian
peminjaman uang yang bersifat pokok yang dpat dituangkan dalam bentuk akte yang
terpisah.
Isi daripada akte
hipotik itu dapat dibagi atas dua bagian
1. Isi yang wajib
Isi yang wajib yaitu
berisi hal-hal yang wajib dimuat. Yang memuat mengenai barang apa yang dibebani
hipotik itu (tanah rumah dan lain-lain), luasnya/ukurannya, letaknya dimana,
berbatasan dengan milik siapa dan lain-lain.
2. Isi yang facultatief
Isi ini berisi hal yang
secara facultatief dibuat. Misalnya, janji-janji/beding yang diadakan antara
pihak-pihak (debitur dan creditur). Namun hal ini lazim dimuat demi kepentingan
para pihak itu sendiri.
Janji-janji yang
biasanya dimuat dalam akte itu adalah
a. Janji-janji untuk menjual benda atas
kekuasaan sendiri
b. Janji tentang sewa
c. Janji tentang asuransi
d. Janji untuk tidak dibersihkan[7]
7.
Tingkatan-Tingkatan Hipotik
Sebuah
benda tak bergerak itu dapat dihipotikkan lebih dari satu kali. Atau dengan
kata lain sebuah benda tak bergerak dapat menjadi tanggungan lebih dari satu
hutang. Dalam hal demikian, maka para pemegang hipotik itu lalu diberi nomor
urut menurut tanggal pendaftaran masing-masing hipotik. Jika dikemudian hari
terjadi wansprestasi maka pelunasannya ialah menurut urutan terjadinya hipotik.
Hipotik yang lebih duluterjadi itulah yang dilunasi terlebih dahulu. Jadi
disini terjadi tingkatan-tingkatan hipotik.
Perbedaan Antara
Hipotik dan Gadai
·
Pada gadai untk jaminan adalah
barang-barang bergerak, sedangkan pada hipotik ialah barang-barang tak bergerak
·
Pada gadai disyaratkan bahwa kekuasaan
atas bendanya hrus pindah dla tangan si pemegang gadai, sedangkan dalam hipotik
syarat yang demikian tidak ada. Pemberian hipotik tetap dpat menguasai
bendanya.
·
Perjanjian gadai dapat dibuat secara
bebas, tak terikat pada bentuk tertentu, artinya dapat dibuat secara tertulis
atau secara lisan saja. Sedangkan perjanjian hipotik harus dibuat dengan akte
authentic.
·
Pada gadai bendanya lazim hanya
digadaikan satu kali, sedangkan pada hipotik benda yang dipakai sebagai jaminan
itu dapat dihipotikan lebih dari satu kali.
·
Mengenai wewenang untuk menjual bendanya
atas kekuasaan sendiri, hak yang demikian pada gadai memang sudah diberikan
oleh undang-undang, sedangkan pada hipotik hak yang demikian harus
diperjanjikan lebih dahulu.
·
Pada hipotik disyaratkan bahwa orang
yang menghipotikkan itu harus mempunyai kekuasaan atas bendanya, sedangkan pada
gadai cukup asal orang yang menggadaikannya itu cukup bertindak.[8]
8. Hapusnya Hipotik
Hipotik itu hapus karena
alasan-alasan sebagai berikut;
1. Karena perutangan yang pokok sudah lenyap
2. Karena si berpiutang melepaskan hipotik
itu.
3. Karena penetapan tingkat oleh hakim. Cara
ini dinamakan juga karena adanya pembersihan (zuivering) tanahnya dari
beban-beban hipotik.
Selain
itu, menurut ketentuan Surat Edaran Mentri Dalam Negeri nomor BA 10/24/10
hapusnya hipotik itu dimungkinkan juga karena hapusnya hak atas tanah yang
dibebani itu dan tanahnya kembali dalam kekuasaan Negara.
Kemungkinan-kemungkinan hapusnya hak atas tanah itu adalah sebagai berikut;
a. Jangka waktunya berakhir
b. Dihetikan sebelum jangka waktunya
berakhir karena suatu syarat batal telah dipenuhi
c. Dicabut untuk kepentingan umum[9]
No comments:
Post a Comment