Monday, December 22, 2014

Jaminan Hipotek














Jaminan Hipotek

1.      Pengertian Hipotek
Hipotik ini dalam KUH Perdata diatur dalam buku II KUH Perdata. Dalam KUH Perdata pasal 1162 Hipotik adalah suatu hak kebendaan atas benda tak bergerak, untuk mengambil penggantian daripadanya bagi pelunasan suatu perutangan  (verbintenis).
Menurut Vollmar Hipotek diartikan sebuah hak kebendaan atas benda-benda bergerak tidak bermaksud untuk memberikan orang yang berhak (pemegang Hipotek) sesuatu nikmat dari suatu benda, tetapi ia bermaksud memberikan jaminan belaka bagi pelunasan sebuah hutang dengan di lebih dahulukan.[1]
2.      Obyek Hipotik
Menurut pasal 164 KUH Perdata yang dapat dibebabni hipotik ialah,
1.      Benda-benda tak bergerak
2.      Hak memungut hasil atas benda tersebut
3.      Hak postal (sekarang hak guna bangunan) dan hak erfpacht (sekarang hak guna usaha)
4.      Bunga tanah
5.      Bunga sepersepuluh
6.      Pasar-pasar yang diakui oleh pemerintah beserta hak istimewa yang melekat padanya.
Di luar pasal 1164 KUH Perdata yang dapat dibebani Hipotik juga ialah
1.      Bagian yang tak dapat dibagi-bagi dalam benda tak bergerak yang merupakan hak milik bersama (hak milik bersama yang bebas)
2.      Kapal juga dapat dibebani hipotik (diatur dalam KUHD)[2]

3.      Ada dua Jenis Barang yang dapat di Jadikan Objek Hipotek

A. Hipotek kapal laut
Ada 2 kata yang tercantum dalam istilah hipotek yaitu kata hipotek dan kapal laut. Masing-masing mempunyai konsepsi yang berbeda satu sama lain.
Pengertian Kapal Terhadap dalam Pasal 49 UU No. 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran Kapal
"Kendaraan Air dengan bentuk dan jenis apapun yang digerakkan dengan tenaga mekanik, tenaga angin Atau di tunda, termasuk kenderaan yang berdaya dukung Dinamis, Kenderaan dibawah Permukaan Laut serta alat apung dan bangunan yang terapung yang tidak berpindah-pindah"
Inti Defini diatas adalah, Bahwa Kapal Merupakan Kenderaan Air dengan Bentuk dan Jenis Apapun.
Hipotek Kapal Laut adalah "Hak kebendaan atas kapal yang dibukukan atau didaftarkan (Biasanya dengan isi kotoran diatas 20 M3) diberikan dengan akta autentik, guna menjamin tagihan hutang"
Unsur-Unsur Kapal Laut
1. Adanya Hak Kebendaan
2. Objeknya adalah Kapal yang beratnya diatas 20 M3
3. Kapal Tersebut Harus yang dibukukan
4. Diberikan dengan akta autentik
5. Menjamin Tagihan Hutang

Dasar Hujum Hipotek Kapal Laut
Pasal 1162 s/d 1232 KUHP Perdata
a. Ketentuan-Ketentuan umum (PS 1162 s/d 1178 KUHP Perdata)
b. Pendaftaran Hipotek dan bentuk pendaftaran Pasal 1179 s/d Pasal 1194 KUHP Per.
c. Pencoretan Pendaftaran Ps. 1105 s/d 1197 KUHP Perdata.
d. Akibat Hipotek terhadap pihak ke -3 yang menguasai barang yang dibebani Pasal 1198 s/d 1208 KUHP Perdata.
e. Hapusnya Hipotek pasal 1209 s/d 1220 KUHP Perdata.
Pegawai-Pegawai yang ditugaskan menyimpan hipotek, tanggung jawab mereka dan hal diketahuinya daftar-daftar oleh masyarakat (Pasal 1221 s/d pasal 1232 KUHP Perdata.
Objek Hipotek Kapal Laut Pasal 1164 KUHP Perdata
Kapal Laut yang ukurannya 20 M3, sedangkan di bawah 20 M3 berlaku ketentuan fidusia

Subjek Hipotek Kapal Laut
1. Pemberi Hipotek (Hipotheekgever)
2. Penerima Hipotek (Hipotheekbank, Hipotheehouder, atau Hipotheeknemer) yaitu orang yang meminjam uang.
Prosedur dan syarat-syarat pembebanan Hipotek
1. Kapal yang sudah di daftar
2. Dilakukan dengan membuat akta hipotek di tempat dimana kapal semula di daftar.
Hal-hal yang harus dipertimbangkan dalam pelaksanaan Hipotek Kapal Laut.
1. Kapal yang dibebani Hipotek harus jelas tercantum dalam akta hipotek
2. Perjanjian antara kreditur dengan Debitur ditunjukkan dengan perjanjian kredit (yang merupakan syarat pembuatan akta hipotek)
3. Nilai Kredit, yang merupakan nilai keseluruhan yang diterima berdasarkan barang yang dijaminkan (misal kapal)
4. Nilai Hipotek di khususkan pada nilai kapal (pada Bank dilakukan oleh Appresor)
5. Pemasangan Hipotek sesuai dengan nilai kapal dan dapat dilakukan dengan mata uang apa saja sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Prosedur dan Syarat-syarat dalam Pembebanan Hipotek
Pemohonan adalah mengajukan Permohonan kepada pejabat pendaftaran dan pejabat balik nama dengan mencantumkan nilai hipotek yang akan dipasang.
Akta Surat Kuasa Memasang Hipotek
Surat kuasa yang dibuat dimuka dan atau dihadapan Notaris, surat kuasa ini dibuat antara pemilik Kapal dengan orang yang ditunjuk untuk itu.
Isi Surat Kuasa
Pemilik Kapal memberikan kuasa kepada orang yang ditunjuk untuk mengurus kepentingannya.Kepentingan pemilik kapal adalah rangka pembebanan hipotek kapal laut.
Grose Akta Pendaftaran atau Balik Nama
Pejabat yang berwenang untuk mengeluarkan akta pendaftaran dan pencatatan balik nama yaitu syahbandar.
Tujuan Kapal di Daftar adalah

1. Untuk memperoleh surat tanda kebangsaan kapal (STKK). Dengan adanya STKK maka kapal dapat berlayar dengan mengibarkan bendera kebangsaanya, dengan demikian kedaulatan negara bendera berlaku secara penuh di atas kapal tersebut dan orang yg berada di atas kapal harus tunduk kepada peraturan-peraturan dari negara bendera
2. Status Hukum Pemilikan Kapal menjadi jelas
3. Dapat dipasang/dibebani hipotek

Syarat Kapal yang di daftar di Indonesia
1. Kapal dengan ukuran isi kotor sekurang-kurangnya 20 M3 atau dinilai sama dengan itu.
2. Dimiliki Oleh warga negara indonesia atau badan hukum indonesia dan berkedudukan di indonesia (pasal 46 ayat (2) UU No 21 Tahun 1992 tentang pelayaran.

Dokumen-dokumen yang harus dilengkapi untuk pendaftaran kapal laut.
1. Mengajukan surat permohonan kepada pejabat pendaftar
2. Bukti Kepemilikan Kapal
3. Identitas pemilik
4. Surat Ukur (Sementara atau Tetap)
5. Delection Certificate khusus untuk kapal laut yang pernah di daftarkan di luar negeri.[3]

B. Hipotek atas Pesawat
Terkait dengan pengaturan pesawat udara sebagai agunan (jaminan) utang, pertama kali aturan yang diperkenalkan adalah melalui Keputusan Menteri Perhubungan No.13/S/1971 (“Kep Menhub No.13/S/1971”).
Selanjutnya, untuk menjelaskan jaminan pesawat udara, diterbitkan Surat Edaran Menhub No.01/ED/1971 (“SE”) yang memberikan penjelasan pasal 11 Kep Menhub No.13/S/1971. SE tersebut diantaranya menjelaskan bahwa mortgage atas pesawat udara tidak mutlak diberikan dan diadakan di Indonesia, melainkan dapat pula dilakukan di luar negeri, asalkan prosedurnya sesuai dengan hukum yang berlaku di Negara tersebut dan terdapat suatu ketentuan yang menentukan hukum Negara mana yang akan berlaku. Sebelum mortgage atas pesawat udara dapat dicatatkan pada Departemen Perhubungan. Ditjen Perhubungan Udara, mortgage yang diadakan di luar negeri tersebut harus ditetapkan kembali (di-verifikasi) oleh notaris di Indonesia.
Kep Menhub No.13/S/1971 tak berlaku lagi sejak terbitnya Kep Menhub No.KM 65/2000 yang kemudian dicabut dengan Kep Menhub No.KM 82/2004 tentang Prosedur Pengadaan Pesawat Terbang dan Helikopter.
Pasal 7 Kep Menhub No.KM 82/2004 mengatur bahwa dalam hal pesawat terbang dan helikopter dibebani hak kebendaan (hipotik atau mortgage), pihak yang akan mengalihkannya wajib mencatatkan pada Ditjen Perhubungan Udara dengan menyampaikan bukti pengikatan hak kebendaan tersebut.
Sesungguhnya amanat diaturnya hukum tentang agunan atas pesawat udara sudah ada sejak diundangkannya UU No.15 tahun 1992 tentang Penerbangan (“UU Penerbangan”) tanggal 25 Mei 1992. Pasal 12 UU Penerbangan mengatur:
(1) Pesawat terbang dan helikopter yang telah mempunyai tanda pendaftaran dan kebangsaan Indonesia dapat dibebani hipotek;
(2) Pembebanan hipotek pada pesawat terbang dan helikopter sebagaimana dimaksud ayat (1) harus didaftarkan;
(3) ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Adapun penjelasan dari Pasal 12 UU Penerbangan tersebut diatas adalah sebagai berikut:
Ayat (1) Terhadap hipotek pesawat terbang dan helikopter sebagaimana dimaksud dalam ketentuan ini berlaku ketentuan-ketentuan hipotek dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia.
Ketentuan dalam pasal ini tidak menutup pembebanan pesawat terbang dan helikopter dengan hak jaminan lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Ayat (2) & Ayat (3).
Hingga saat ini Peraturan Pemerintah sebagai ketentuan pengatur lebih lanjut dari Pasal 12 UU Penerbangan tersebut diatas belum pernah dikeluarkan sehingga ketentuan mengenai agunan pesawat udara tersebut diatas tidak dapat dilaksanakan.
Selain dari itu perlu diperhatikan bahwa ada beberapa kendala sehingga pembebanan atas pesawat terbang dan helikopter sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 12 UU Penerbangan tersebut diatas sulit untuk bisa dilaksanakan, yaitu:
1.      Berdasarkan ketentuan dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata Indonesia ketentuan-ketentuan hipotek berlaku untuk tanah dan bangunan yang didirikan diatasnya (dahulu – sedangkan sekarang atas tanah dan bangunan yang didirikan diatasnya dibebankan dengan Hak Tanggungan). Selanjutnya berdasarkan pasal 314 Kitab Undang-undang Hukum Dagang Indonesia hipotek berlaku untuk kapal laut berukuran paling sedikit dua puluh meter kubik (20 m3). Baik Kitab Undang-undang Hukum Perdata Indonesia dan Kitab Undang-undang Hukum Dagang Indonesia tidak menyebutkan mengenai pesawat terbang dan helikopter.
2.      Pendaftaran atau Registrasi khusus untuk pembebanan pesawat terbang dan helikopter baik dalam bentuk hipotek atau hak agunan lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku belum tersedia.
3.      Meskipun penjelasan dari Ayat 1 Pasal 12 UU Penerbangan tersebut menyebutkan bahwa tidak tertutup kemungkinan dilakukannya pembebanan pesawat terbang dan helikopter dengan hak jaminan lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku (misalnya dengan jaminan fidusia), didalam prakteknya terjadi perbedaan interpretasi mengenai hal tersebut yang menghambat pelaksanaan pembebanan pesawat terbang dan helikopter sebagai agunan utang terutama untuk pembiayaan dalam negeri dengan kreditur bank-bank di Indonesia.

Dengan kondisi-kondisi diatas, sangat jelas bahwa untuk kepastian hukum dapat dilakukannya pembebanan pesawat terbang dan helikopter sebagai agunan utang di Indonesia, diperlukan perangkat hukum yang mengatur suatu lembaga pembebanan khusus untuk pesawat terbang dan helikopter sebagai agunan utang.

Berdasarkan asas dan prinsip hukum perdata di Indonesia khususnya dan yang dianut oleh mayoritas negara-negara di dunia, pesawat terbang digolongkan sebagai benda tidak bergerak. Prinsip hukum ini berpengaruh pada penetapan aturan hukum keperdataan yang berlaku bagi pesawat terbang sebagai objek jaminan, yaitu antara lain dapat mempunyai hubungan dengan lembaga jaminan berupa Hipotik (Hypotheek). Dibeberapa negara maju, lembaga jaminan pesawat terbang telah dilaksanakan melalui ketentuan Mortgage.
Ketentuan mengenai lembaga jaminan pesawat terbang diatur dalam Pasal 9, 10, dan 12 UU No.15 Tahun 1992 tentang Penerbangan mengenai pendaftaran dan kebangsaan pesawat terbang serta lembaga jaminan pesawat terbang

Dalam Pasal 9 UU Penerbangan diatur bahwa pesawat terbang yang akan dioperasikan di Indonesia wajib mempunyai tanda pendaftaran Indonesia. Dalam hal ini, tidak semua pesawat terbang dapat mempunyai tanda pendaftaran Indonesia, kecuali pesawat terbang Sipil yang tidak didaftarkan di negara lain dan memenuhi salah satu ketentuan dan syarat dibawah ini :
·         Dimiliki oleh Warga Negara Indonesia atau dimiliki oleh Badan Hukum Indonesia;
·         Dimiliki oleh Warga Negara Asing atau Badan Hukum Asing dan dioperasikan oleh Warga Negara Indonesia atau Badan Hukum Indonesia untuk jangka waktu pemakaian minimal 2 (dua) tahun secara terus menerus berdasarkan suatu perjanjian sewa beli, sewa guna usaha, atau bentuk perjanjian lainnya;
·         Dimiliki oleh instansi pemerintah;
·         Dimiliki oleh lembaga tertentu yang diizinkan pemerintah. [4]

4.      Asas-asas Hipotik
1.      Asas Publiciteit
Asas yang mengaharuskan bahwa hipotik harus didaftarkan, supaya dapat diketahui oleh umum. Yang didaftarkan ialah akte dari hipotik itu.
2.      Asas Specialiteit
Asas yang menghendaki bahwa hipotik hanya dapat diadakan atas benda-benda yang ditunjukan secara khusus. Misalnya benda yang dipakai sebagai tanggungan itu berwujud apa, dimana letaknya, berapa luasnya dan lain-lai[5]

5.      Sifat-sifat Hipotik

·         Hipotik sama halnya pada gadai yang merupakan perjanjian yang accessoir, di samping adanya perjanjain pokok yang berwujud perjanjian pinjam-meminjam uang pasal 1162 KUH Perdata. Karena merupakan perjanjian yang accessoir maka adanya tergantung pada perjanjian pokok dan akan dihapus dengan hapusnya perjanjian pokok.
·         Lebih didahulukan pemenuhannya dari piutang yang lain (Droit De Prefernce) pasal 1133, 1134 ayat 2 KUH Perdata.
·         Mempunyai sifat Zaaksgevolg yaitu hak hipotik itu senantiasa mengikuti bendanya dalam tangan siapa benda itu berada pasal 1163 ayat 2 KUH Perdata
·         Hak hipotik hanya berisi hak untuk pelunasan utang saja (verhaalsrecht) dan tidak mengandung hak untuk menguasai atau memiliki bendanya. Namun, diberi hak untuk memperjanjikan menjual atas kekuasaan sendiri bendanya manakala debitur wanprestasi pasal 1178 ayat 1, ayat 2 KUH Perdata.[6]

6.      Cara Mengadakan Hipotik
Cara untuk mengadakan hipotik harus memenuhi syarat-syarat tertentu. Hipotik itu hanya dapat diadakan dengan akte authentic, dalam hal ini yang dimaksudkan ialah akte notaries (pasal 1171 KUH Perdata). Juga penjualan, pemindahan dan pemberian suatu hipotik hanya dapat dilakukan dengan akte authentic (pasal 1172 KUH Perdata)
Setelah berlakunya berlakunya UUPA pembebanan hipotik itu harus dibuat dengan akte yang dibuat oleh dan di hadapan pejabat yang ditunjuk oleh Mentri Agraria. Sedangkan, pejabat yang dimaksud itu disebut Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Yang dapat diangkat menjadi PPAT adalah;
a.       Notaris
b.      Pegawai dalam lingkungan Departemen Agraria
c.       Pamong Praja yang pernah melaksanakan tugas seorang pejabat
d.      Orang yang telah lulus ujian yang diadakan oleh Mentri Agraria
Persoalannya sekarang adalah yang harus dibuat dengan akte authentic oleh PPAT itu mengenai pembebanan hipotiknya ataukah perjanjian peminjaman uangnya antara creditur dan debitur. Hal ini mengingat bunyi pasal 19 PP 10 Tahun 1961 setiap perjanjian yang bermaksud memindahkan hak dan seterusnya meminjam uang dengan hak tanah sebagai tanggungan harus dibuktikan dengan akte yang dibuat oleh dan dihadapan pejabat yang ditunjuk oleh Mentri Agraria.
Mengenai hal ini telah ada surat mentri Agraria tanggal 10 Oktober 1961 No. Ka 40/48/30 yang member penyelesaian menyutujui adanya tafsiran bahwa dua perbuatan hokum itu boleh dipisahkan, yaitu perjanjian pembebanan hipotiknya harus dilakukan dengan akte authentic yaitu oleh PPAT, sedangkan untuk perjanjian peminjaman uangnya boleh dilakukan dengan akte dibawah tangan. Hal ini sesuai dengan sifat perjanjian hipotik sendriri yang bersifat accessoir di samping perjanjian peminjaman uang yang bersifat pokok yang dpat dituangkan dalam bentuk akte yang terpisah.
Isi daripada akte hipotik itu dapat dibagi atas dua bagian
1.      Isi yang wajib
Isi yang wajib yaitu berisi hal-hal yang wajib dimuat. Yang memuat mengenai barang apa yang dibebani hipotik itu (tanah rumah dan lain-lain), luasnya/ukurannya, letaknya dimana, berbatasan dengan milik siapa dan lain-lain.
2.      Isi yang facultatief 
Isi ini berisi hal yang secara facultatief dibuat. Misalnya, janji-janji/beding yang diadakan antara pihak-pihak (debitur dan creditur). Namun hal ini lazim dimuat demi kepentingan para pihak itu sendiri.
Janji-janji yang biasanya dimuat dalam akte itu adalah
a.       Janji-janji untuk menjual benda atas kekuasaan sendiri
b.      Janji tentang sewa
c.       Janji tentang asuransi
d.      Janji untuk tidak dibersihkan[7]
7. Tingkatan-Tingkatan Hipotik
Sebuah benda tak bergerak itu dapat dihipotikkan lebih dari satu kali. Atau dengan kata lain sebuah benda tak bergerak dapat menjadi tanggungan lebih dari satu hutang. Dalam hal demikian, maka para pemegang hipotik itu lalu diberi nomor urut menurut tanggal pendaftaran masing-masing hipotik. Jika dikemudian hari terjadi wansprestasi maka pelunasannya ialah menurut urutan terjadinya hipotik. Hipotik yang lebih duluterjadi itulah yang dilunasi terlebih dahulu. Jadi disini terjadi tingkatan-tingkatan hipotik.
Perbedaan Antara Hipotik dan Gadai
·         Pada gadai untk jaminan adalah barang-barang bergerak, sedangkan pada hipotik ialah barang-barang tak bergerak
·         Pada gadai disyaratkan bahwa kekuasaan atas bendanya hrus pindah dla tangan si pemegang gadai, sedangkan dalam hipotik syarat yang demikian tidak ada. Pemberian hipotik tetap dpat menguasai bendanya.
·         Perjanjian gadai dapat dibuat secara bebas, tak terikat pada bentuk tertentu, artinya dapat dibuat secara tertulis atau secara lisan saja. Sedangkan perjanjian hipotik harus dibuat dengan akte authentic.
·         Pada gadai bendanya lazim hanya digadaikan satu kali, sedangkan pada hipotik benda yang dipakai sebagai jaminan itu dapat dihipotikan lebih dari satu kali.
·         Mengenai wewenang untuk menjual bendanya atas kekuasaan sendiri, hak yang demikian pada gadai memang sudah diberikan oleh undang-undang, sedangkan pada hipotik hak yang demikian harus diperjanjikan lebih dahulu.
·         Pada hipotik disyaratkan bahwa orang yang menghipotikkan itu harus mempunyai kekuasaan atas bendanya, sedangkan pada gadai cukup asal orang yang menggadaikannya itu cukup bertindak.[8]

8.      Hapusnya Hipotik
            Hipotik itu hapus karena alasan-alasan sebagai berikut;
1.      Karena perutangan yang pokok sudah lenyap
2.      Karena si berpiutang melepaskan hipotik itu.
3.      Karena penetapan tingkat oleh hakim. Cara ini dinamakan juga karena adanya pembersihan (zuivering) tanahnya dari beban-beban hipotik.
Selain itu, menurut ketentuan Surat Edaran Mentri Dalam Negeri nomor BA 10/24/10 hapusnya hipotik itu dimungkinkan juga karena hapusnya hak atas tanah yang dibebani itu dan tanahnya kembali dalam kekuasaan Negara. Kemungkinan-kemungkinan hapusnya hak atas tanah itu adalah sebagai berikut;
a.       Jangka waktunya berakhir
b.      Dihetikan sebelum jangka waktunya berakhir karena suatu syarat batal telah dipenuhi
c.       Dicabut untuk kepentingan umum[9]

No comments:

Post a Comment