SUBJEK DAN OBJEK HAK TANGGUNGAN
1. Subjek Hak Tanggungan
Subjek
hak tanggungan adalah:
a. Pemberi Hak Tanggungan
Pemberi Hak Tanggungan adalah orang
perseorangan atau badan hukum yang mempunyai kewenangan untuk melakukan
perbuatan hukum terhadap objek Hak Tanggungan yang bersangkutan[1].
Berdasarkan
Pasal 8 tersebut, maka Pemberi Hak Tanggungan di sini adalah pihak yang
berutang atau debitor. Namun, subyek hukum lain dapat pula dimungkinkan untuk
menjamin pelunasan utang debitor dengan syarat Pemberi Hak Tanggungan mempunyai
kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum terhadap obyek Hak Tanggungan.[2]
Kewenangan
untuk melakukan perbuatan hukum terhadap obyek hak tanggungan tersebut harus
ada pada pemberi hak tanggungan pada saat pendaftaran hak tanggungan
dilakukan, karena lahirnya hak tanggungan adalah pada saat didaftarkannya hak
tanggungan, maka kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum terhadap obyek hak
tanggungan diharuskan ada pada pemberi hak tanggungan pada saat pembuatan buku
tanah hak tanggungan.[3]
Dengan
demikian, pemberi hak tanggungan tidak harus orang yang berutang atau debitor,
akan tetapi bisa subyek hukum lain yang mempunyai kewenangan untuk melakukan
perbuatan hukum terhadap obyek hak tanggungannya. Misalnya pemegang hak atas
tanah yang dijadikan jaminan, pemilik bangunan, tanaman dan/hasil karya yang
ikut dibebani hak tanggungan
b. Pemegang Hak Tanggungan
Pemegang Hak Tanggungan adalah orang
perseorangan atau badan hukum yang berkedudukan sebagai pihak yang berpiutang. [4]
Sebagai pihak yang berpiutang di sini dapat
berupa lembaga keuangan berupa bank, lembaga keuangan bukan bank, badan hukum
lainnya atau perseorangan.
Oleh karena hak tanggungan sebagai lembaga
jaminan hak atas tanah tidak mengandung kewenangan untuk menguasai secara fisik
dan menggunakan tanah yang dijadikan jaminan, maka tanah tetap berada dalam
penguasaan pemberi hak tanggungan. Kecuali dalam keadaan yang disebut dalam
Pasal 11 ayat (2) huruf c Undang-undang Hak Tanggungan. Maka pemegang hak
tanggungan dapat dilakukan oleh Warga Negara Indonesia atau badan hukum
Indonesia dan dapat juga oleh warga negara asing atau badan hukum asing.
2. Obyek hak tanggungan
Obyek
hak tanggungan adalah sesuatu yang dapat dibebani dengan hak tanggungan.
Untuk dapat dibebani hak jaminan atas tanah,
maka obyek hak tanggungan harus memenuhi empat (4) syarat, yaitu:[5]
a. Dapat dinilai dengan uang, karena utang
yang dijamin berupa uang. Maksudnya adalah jika debitor cidera janji maka obyek
hak tanggungan itu dapat dijual dengan cara lelang
b. Mempanyai sifat dapat dipindahkan, karena
apabila debitor cidera janji, maka benda yang dijadikan jaminan akan dijual.
Sehingga apabila diperlukan dapat segera direalisasikan untuk
membayar utang yang dijamin pelunasannya
c. Termasuk hak yang didaftar menurut
peraturan pendaftaran tanah yang berlaku, karena harus dipenuhi "syarat
publisitas". Maksudnya adalah adanya kewajiban untuk mendaftarkan obyek
hak tanggungan dalam daftar umum, dalam hal ini adalah Kantor Pertanahan. Unsur
ini berkaitan dengan kedudukan diutamakan atau preferen yang diberikan kepada
kreditor pemegang hak tanggungan terhadap kreditor lainnya. Untuk itu
harus ada catatan mengenai hak tanggungan tersebut pada
buku tanah dan sertifikat hak atas tanah yang dibebaninya, sehingga setiap
orang dapat mengetahuinya.
d. Memerlukan penunjukkan khusus oleh
undang-undang.
Dalam Pasal 4 undang-undang Hak Tanggungan
disebutkan bahwa yang dapat dibebani dengan hak tanggungan adalah:
1.
Hak Milik (Pasal 25 UUPA) ;
2.
Hak Guna Usaha (Pasal 33 UUPA) ;
3.
Hak Guna Bangunan (Pasal 39 UUPA) ;
4.
Hak Pakai Atas Tanah Negara (Pasal 4 ayat (D), yang menurut ketentuan yang
berlaku wajib didaftar dan menurut sifatnya dapat dipindahtangankan. Maksud
dari hak pakai atas tanah Negara di atas adalah Hak Pakai yang diberikan oleh
Negara kepada orang perseorangan dan badan-badan hukum perdata dengan jangka
waktu terbatas, untuk keperluan pribadi atau usaha. Sedangkan Hak Pakai yang
diberikan kepada Instansi-instansi Pemerintah, Pemerintah Daerah, Badan-badan
Keagamaan dan Sosial serta Perwakilan Negara Asing yang peruntukkannya tertentu
dan telah didaftar bukan merupakan hak pakai yang dapat dibebani dengan hak
tanggungan karena sifatnya tidak dapat dipindahtangankan. Selain itu, Hak Pakai
yang diberikan oleh pemilik tanah juga bukan merupakan obyek hak tanggungan;
5.
Bangunan Rumah Susun dan Hak Milik Atas satuan Rumah Susun yang berdiri di atas
tanah Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai yang
diberikan oleh Negara. (Pasal 27 jo UU No. 16 Tahun 1985 Tentang Rumah Susun.
[1]
Undang-Undang Nomor 4
Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan, Pasal 8 Ayat (1) dan Ayat (2)
[3] Purwahid Patrik, Asas-asas Itikad Baik
dan Kepatutan Dalam Perjanjian, (Semarang : Badan Penerbit UNDIP, 1986)
[4]
Undang-Undang Nomor 4
Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan, Pasal 9 Ayat (1)
[5] Boedi Harsono, Hukum Agraria
Indonesia, Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok Agraria, Isi dan
Pelaksanaannya. (Jakarta : Djambatan, 2000), hal.425
No comments:
Post a Comment