PENANGGUNGAN
UTANG
1. Pengertian dan Sifat Penanggungan Utang
Perjanjian penanggungan utang diatur dalam
Pasal 1820 sampai dengan Pasal 1850 KUH Perdata. Yang diartikan dengan
penanggungan adalah:
“Suatu perjanjian, di mana pihak ketiga, demi
kepentingan kreditur, mengikatkan dirinya untuk memenuhi perikatan debitur,
bila debitur itu tidak memenuhi perikatannya” (Pasal 1820 KUH Perdata).
Apabila diperhatikan definisi tersebut, maka
jelaslah bahwa ada tiga pihak yang terkait dalam perjanjian penanggungan utang,
yaitu pihak kreditur, debitur, dan pihak ketiga. Kreditur di sini berkedudukan
sebagai pemberi kredit atau orang berpiutang, sedangkan debitur adalah orang
yang mendapat pinjaman uang atau kredit dari kreditur. Pihak ketiga adalah
orang yang akan menjadi penanggung utang debitur kepada kreditur, manakala
debitur tidak memenuhi prestasinya.
Alasan adanya perjanjian penanggungan ini
antara lain karena si penanggung mempunyai persamaan kepentingan ekonomi dalam
usaha dari peminjam (ada hubungan kepentingan antara penjamin dan peminjam),
misalnya si penjamin sebagai direktur perusahaan selaku pemegang seham
terbanyak dari perusahaan tersebut secara pribadi ikut menjamin hutang-hutang
perusahaan tersebut dan kedua perusahaan induk ikut menjamin hutang perusahaan
cabang.
Sifat perjanjian penanggungan utang adalah
bersifat accesoir (tambahan), sedangkan perjanjian pokoknya adalah perjanjian
kredit atau perjanjian pinjam uang antara debitur dengan kreditur.
Akibat-akibat
Penanggungan antara Kreditur dan Penanggung
Pada prinsipnya, penanggung utang tidak wajib
membayar utang debitur kepada kreditur, kecuali jika debitur lalai membayar
utangnya. Untuk membayar utang debitur tersebut, maka barang kepunyaan debitur
harus disita dan dijual terlebih dahulu untuk melunasi utangnya (Pasal 1831 KUH
Pedata).
Penanggungan tidak dapat menuntut supaya
barang milik debitur lebih dahulu disita dan dijual untuk melunasi utangnya
jika:
a.Ia (penanggung utang) telah melepasakan hak istimewanya untuk
menuntut barang-barang debitur lebih dahulu disita dan dijual;
b.Ia telah mengikatkan dirinya bersama-sama dengan debitur utama
secara tanggung menanggung; dalam hal itu akibat-akibat perikatannya diatur
menurut asas-asas utang-utang tanggung menanggung;
c.Debitur dapat mengajukan suatu eksepsi yang hanya mengenai
dirinya sendiri secara pribadi;
d.Debitur dalam keadaan pailit; dan
e.Dalam hal penanggungan yang diperintahkan hakim (Pasal 1832
KUH Perdata).
.Akibat-akibat Penanggungan antara Debitur dan Penanggung dan
antara Para Penanggung
Hubungan hokum antara penanggung dengan
debitur utama adalah erat kaitannya dengan telah dilakukannya pembayaran hutang
debitur kepada kreditur. Untuk itu, pihak penanggung menuntut kepada debitur
supaya membayar apa yang telah dilakukan oleh penanggung kepada kreditur. Di
samping penanggungan utang juga berhak untuk menuntut:
a.Pokok dan bunga;
b.Pengantian biaya, kerugian, dan bunga.
Di samping itu, penanggung juga dapat menuntut
debitur untuk diberikan ganti rugi atau untuk dibebaskan dari suatu perikatan,
bahkan sebelum ia membayar utangnya:
a.Bila ia digugat di muka hakim untuk membayar;
b.Bila debitur berjanji untuk membebaskannya dari
penanggungannya pada suatu waktu tertentu;
c.Bila utangnya sudah dapat ditagih karena lewatnya jangka waktu
yang telah ditetapkan untuk pembayarannya;
d.Setelah lewat sepuluh tahun, jika perikatan pokok tidak
mengandung suatu jangka waktu tertentu untuk pengakhirannya, kecuali bila
perikatan pokok sedemikian sifatnya, sehingga tidak dapat diakhir sebelum lewat
waktu tertentu.
Hubungan antara para penanggung dengan debitur
disajikan berikut ini. Jika berbagai orang telah mengikatkan dirinya sebagai
penanggung untuk seorang debitur dan untuk utang yang sama, maka penanggung
yang melunasi hutangnya berhak untuk menuntut kepada penanggung yang lainnya,
masing -masing untuk bagiannya.[1]
No comments:
Post a Comment