Objek dan Subjek Gadai
1. Objek Hukum Hak Gadai
Apabila ketentuan dalam Pasal 1150 KUH Perdata
dihubungkan dengan ketentuan dalam Pasal 1152 ayat (1), Pasal 1152, Pasal 1153
dan Pasal 1158 ayat (1) KUH Perdata, jelas pada dasarnya semua kebendaan
bergerak dapat menjadi objek hukum hak gadai sebagaimana diatur dalam Surat
Edaran Bank Indonesia Nomor : 4/248/UPPK/PK tanggal 16 Maret 1972. Namun
menurut Surat Edaran tersebut tidak semua jenis kebendaan bergerak dapat
dibebani dengan gadai, terdapat jenis kebendaan bergerak lainnya yang dibebani
dengan jaminan fidusia.[1]
Kebendaan bergerak disini dapat kebendaan
bergerak yang berwujud atau bertubuh (lichamelijk) dan kebendaan bergerak yang
tidak berwujud atau bertubuh (onlichamelijk) berupa piutang atau tagihan-tagihan
dalam bentuk surat berharga.
Dewasa ini lembaga gadai masih berjalan
terutama pada lembaga pegadaian. Dalam perjanjian kredit perbankan, lembaga
gadai tidak begitu popular, sudah jarang ditemukan bagi benda berwujud. Akan
tetapi penggunaan gadai bagi benda tidak berwujud seperti surat-surat berharga
dan saham-saham mulai banyak digunakan pada beberapa bank. Peningkatan
penjaminan saham terjadi seiring dengan pesatnya perkembangan bursa saham di
Indonesia. Didalam praktik sering terjadi penjaminan saham yang belum dicetak
(not printed) dan yang menjadi bukti yang disimpan oleh pihak bank itu bukti
penjaminan sejumlah saham yang berupa resipis atau surat pemerimaan atau
kuitansi saja (Djuhaendah Hasan, 1996:283).
Pada dasarnya semua kebendaan bergerak yang
berwujud dapat dijadikan sebagai jaminan pinjaman atau kredit gadai pada
lembaga pegadaian. Kredit gadai adalah pemberian pinjaman (kredit) dalam jangka
waktu tertentu kepada nasabah atas dasar hukum gadai dan persyaratan tertentu
yang telah ditetapkan oleh perusahaan Pegadaian.[2]
Dewasa ini barang-barang yang pada umumnya
dapat diterima sebagai jaminan kredit gadai oleh Perum Pegadaian diantaranya :
1. Barang-barang perhiasan (emas, perak, intan, berlian,
mutiara, platina, arloji, dan jam);
2. Barang-barang kendaraan (sepeda, sepeda motor, mobil, bajay,
bemo, becak);
3. Barang-barang elektronika (televisi, radio, radio tape,
video, computer, kulkas, tustel, mesin tik);
4. Barang-barang mesin (mesin jahit, mesin kapal motor); dan
5. Barang-barang perkakas rumah tangga (barang tekstil, barang
pecah belah).
Dimungkinkan gadai atas kebendaan bergerak
yang tidak berwujud dinyatakan dalam ketentuan Pasal 1150 KUH Perdata
dihubungkan dengan ketentuan dalam Pasal 1152 ayat (2), Pasal 1152 dan Pasal
1153 KUH Perdata. Dari ketentuan Pasal tersebut, dapat diketahui bahwa
kebendaan bergerak yang tidak berwujud berupa hak tagihan atau piutang,
surat-surat berharga, dapat pula digadaikan sebagai jaminan utang.[7]
2. Subjek Hukum Hak Gadai
Subjek gadai terdiri atas dua pihak, yaitu
pemberi gadai (pandgever) dan penerima gadai (pandnemer). Pandgever adalah
orang atau badan hukum yang memberikan jaminan dalam bentuk benda bergerak
selaku gadai kepada penerima gadai untuk pinjaman uang yang diberikan kepadanya
atau pihak ketiga. Unsur-unsur pemberi gadai adalah [3]:
1. Orang atau badan hukum;
2. Memberikan jaminan berupa benda bergerak;
3. Kepada penerima gadai;
4. Adanya pinjaman uang;
Penerima gadai (pandnemer) adalah orang atau
badan hukum yang menerima gadai sebagai jaminan untuk pinjaman uang yang
diberikannya kepada pemberi gadai (pandgever). Di Indonesia, badan hukum yang
ditunjuk untuk mengelola lembaga gadai adalah perusahaan pegadaian. Perusahaan
ini didirikan berdasarkan :
1. Peraturan Pemerintah Nomor : 7 tahun 1969 tentang Perusahaan
Jawatan Pegadaian;
2. Peraturan Pemerintah Nomor : 10 tahun 1970 tentang Perubahan
Peraturan Pemerintah Nomor : 7 tahun 1969 tentang Perusahaan Jawatan; dan
3. Peraturan Pemerintah Nomor : 103 tahun 2000 tentang
Perusahaan Umum (Perum) Pegadaian.
Sifat usaha dari perusahaan pegadaian ini
adalah menyediakan pelayanan bagi kemanfaatan umum dan sekaligus memupuk
keuntungan berdasarkan prinsip pengelolaan perusahaan. Maksud dan tujuan perum
ini adalah :
1. Turut meningkatkan kesejahteraan masyarakat, terutama
golongan ekonomi lemah kebawah melalui penyediaan dana atas dasar hukum gadai
dan jasa dibidang keuangan lainnya berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan lainnya.
2. Menghindarkan masyarakat dari gadai gelap, praktik riba dan
pinjaman tidak wajar lainnya (Pasal 7 Peraturan Pemerintah Nomor : 103 tahun
2000 tentang Perusahaan Umum Pegadaian.
Usaha yang paling menonjol dilakukan oleh
Perum Pegadaian adalah menyalurkan uang (kredit) berdasarkan hukum gadai.
Artinya bahwa barang yang digadaikan itu harus diserahkan oleh pemberi gadai
kepada penerima gadai, sehingga barang-barang itu berada dibawah kekuasaan
penerima gadai. Asas ini disebut dengan asas inbezitzeteling.[8]
[1] http://desinurmayanifahrurrojie.wordpress.com/2013/05/01/makalah-lembaga-jaminan-gadai-3/, 2014, Desi
Nurmayani
[3] http://desinurmayanifahrurrojie.wordpress.com/2013/05/01/makalah-lembaga-jaminan-gadai-3/, 2014, Desi
Nurmayani
No comments:
Post a Comment