Monday, December 22, 2014

Objek dan Subjek Gadai












Objek dan Subjek Gadai

1.      Objek Hukum Hak Gadai
Apabila ketentuan dalam Pasal 1150 KUH Perdata dihubungkan dengan ketentuan dalam Pasal 1152 ayat (1), Pasal 1152, Pasal 1153 dan Pasal 1158 ayat (1) KUH Perdata, jelas pada dasarnya semua kebendaan bergerak dapat menjadi objek hukum hak gadai sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia Nomor : 4/248/UPPK/PK tanggal 16 Maret 1972. Namun menurut Surat Edaran tersebut tidak semua jenis kebendaan bergerak dapat dibebani dengan gadai, terdapat jenis kebendaan bergerak lainnya yang dibebani dengan jaminan fidusia.[1]
Kebendaan bergerak disini dapat kebendaan bergerak yang berwujud atau bertubuh (lichamelijk) dan kebendaan bergerak yang tidak berwujud atau bertubuh (onlichamelijk) berupa piutang atau tagihan-tagihan dalam bentuk surat berharga.
Dewasa ini lembaga gadai masih berjalan terutama pada lembaga pegadaian. Dalam perjanjian kredit perbankan, lembaga gadai tidak begitu popular, sudah jarang ditemukan bagi benda berwujud. Akan tetapi penggunaan gadai bagi benda tidak berwujud seperti surat-surat berharga dan saham-saham mulai banyak digunakan pada beberapa bank. Peningkatan penjaminan saham terjadi seiring dengan pesatnya perkembangan bursa saham di Indonesia. Didalam praktik sering terjadi penjaminan saham yang belum dicetak (not printed) dan yang menjadi bukti yang disimpan oleh pihak bank itu bukti penjaminan sejumlah saham yang berupa resipis atau surat pemerimaan atau kuitansi saja (Djuhaendah Hasan, 1996:283).
Pada dasarnya semua kebendaan bergerak yang berwujud dapat dijadikan sebagai jaminan pinjaman atau kredit gadai pada lembaga pegadaian. Kredit gadai adalah pemberian pinjaman (kredit) dalam jangka waktu tertentu kepada nasabah atas dasar hukum gadai dan persyaratan tertentu yang telah ditetapkan oleh perusahaan Pegadaian.[2]
Dewasa ini barang-barang yang pada umumnya dapat diterima sebagai jaminan kredit gadai oleh Perum Pegadaian diantaranya :
1. Barang-barang perhiasan (emas, perak, intan, berlian, mutiara, platina, arloji, dan jam);
2. Barang-barang kendaraan (sepeda, sepeda motor, mobil, bajay, bemo, becak);
3. Barang-barang elektronika (televisi, radio, radio tape, video, computer, kulkas, tustel, mesin tik);
4. Barang-barang mesin (mesin jahit, mesin kapal motor); dan
5. Barang-barang perkakas rumah tangga (barang tekstil, barang pecah belah).
Dimungkinkan gadai atas kebendaan bergerak yang tidak berwujud dinyatakan dalam ketentuan Pasal 1150 KUH Perdata dihubungkan dengan ketentuan dalam Pasal 1152 ayat (2), Pasal 1152 dan Pasal 1153 KUH Perdata. Dari ketentuan Pasal tersebut, dapat diketahui bahwa kebendaan bergerak yang tidak berwujud berupa hak tagihan atau piutang, surat-surat berharga, dapat pula digadaikan sebagai jaminan utang.[7]

2.      Subjek Hukum Hak Gadai
Subjek gadai terdiri atas dua pihak, yaitu pemberi gadai (pandgever) dan penerima gadai (pandnemer). Pandgever adalah orang atau badan hukum yang memberikan jaminan dalam bentuk benda bergerak selaku gadai kepada penerima gadai untuk pinjaman uang yang diberikan kepadanya atau pihak ketiga. Unsur-unsur pemberi gadai adalah [3]:
1. Orang atau badan hukum;
2. Memberikan jaminan berupa benda bergerak;
3. Kepada penerima gadai;
4. Adanya pinjaman uang;
Penerima gadai (pandnemer) adalah orang atau badan hukum yang menerima gadai sebagai jaminan untuk pinjaman uang yang diberikannya kepada pemberi gadai (pandgever). Di Indonesia, badan hukum yang ditunjuk untuk mengelola lembaga gadai adalah perusahaan pegadaian. Perusahaan ini didirikan berdasarkan :
1. Peraturan Pemerintah Nomor : 7 tahun 1969 tentang Perusahaan Jawatan Pegadaian;
2. Peraturan Pemerintah Nomor : 10 tahun 1970 tentang Perubahan Peraturan Pemerintah Nomor : 7 tahun 1969 tentang Perusahaan Jawatan; dan
3. Peraturan Pemerintah Nomor : 103 tahun 2000 tentang Perusahaan Umum (Perum) Pegadaian.
Sifat usaha dari perusahaan pegadaian ini adalah menyediakan pelayanan bagi kemanfaatan umum dan sekaligus memupuk keuntungan berdasarkan prinsip pengelolaan perusahaan. Maksud dan tujuan perum ini adalah :
1. Turut meningkatkan kesejahteraan masyarakat, terutama golongan ekonomi lemah kebawah melalui penyediaan dana atas dasar hukum gadai dan jasa dibidang keuangan lainnya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
2. Menghindarkan masyarakat dari gadai gelap, praktik riba dan pinjaman tidak wajar lainnya (Pasal 7 Peraturan Pemerintah Nomor : 103 tahun 2000 tentang Perusahaan Umum Pegadaian.
Usaha yang paling menonjol dilakukan oleh Perum Pegadaian adalah menyalurkan uang (kredit) berdasarkan hukum gadai. Artinya bahwa barang yang digadaikan itu harus diserahkan oleh pemberi gadai kepada penerima gadai, sehingga barang-barang itu berada dibawah kekuasaan penerima gadai. Asas ini disebut dengan asas inbezitzeteling.[8]





[2] Rachmadi Usman, Hukum Jaminan Keperdataan, Jakarta: Sinar Grafika, 2008, hal. 108 – 110

No comments:

Post a Comment